Trauma
Spina merupakan suatu cedera pada kolumna vertebralis, otot, ligament, diskus,
dan gangguan pada medula spinalis oleh berbagai keadaan akibat trauma pada
tulang belakang (servikalis, toraks, dan lumbal).
Struktur
spina terdiri atas kolumna vertebralis (tulang, otot, ligament, diskus) dan
medulla spinalis yang terdapat di dalamnya. Kondisi yang harmonis antara
tulang, ligament, dan otot-otot tulang belakang akan mempertahankan kondisi
diskus intervertebralis dan kurvatura dalam kondisi optimal untuk secara
fisiologis.
Secara
ringkas kolumna vertebralis merupakan susunan dari tulang belakang. Untuk
mempertahankan fungsinya kolumna vertebralis dibantu oleh ligamen, otot, dan
diskus yang secara optimal menjaga kondisi kurvatura. Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa fraktur-dislokasi,fraktur, dan dislokasi. Frekuensi relatif ketiga jenis tersebut adalah 3:1:1. Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat antara bagian yang sangat mobil dan bagian yangterfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6, dan T11-T12.
Segmen
dari spina terbagi dalam segmen servikal, torakal, lumbal, dan sacrum (pada kondisi
klinik termasuk di dalam gelang panggul) yang secara anatomis pada setiap
segmen antar vertebra akan keluar radiks dan distribusi dari saraf spinal.
1. Vertebra
servikalis. Tujuh vertebra servikalis membentuk ruas tulang leher di daerah
tengkuk dan secara anatomis paling kecil dibandingkan vertebra lainnya.
2. Vertebra
torakalis atau tulang punggung mempunyai bentuk lebar dan lonjong dengan faset
atau lekukan kecil di setiap sisi untuk menyambung iga. Pada setiap segmen
torakalis terdapat radiks distribusi saraf spinal yang secara otonom mengatur
organ-organ internal.
3. Vertebra
lumbalis atau ruas tulang pinggang merupakan vertebra yang terbesar. Badannya
sangat besar dibandingkan dengan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal.
Prossesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Prossesus
transversusnya panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dengan sacrum
pada sendi lumbosakral.
Pada segmen lumbal akan keluar saraf yang membentuk pleksus hipogastrik yang melakukan control terhadap komunikasi dengan kandung kemih dan rektum.
Pada segmen lumbal akan keluar saraf yang membentuk pleksus hipogastrik yang melakukan control terhadap komunikasi dengan kandung kemih dan rektum.
A. TRAUMA SPINA SERVIKAL (TULANG BELAKANG DI LEHER)
Mekanisme
Trauma yang terjadi pada tulang belakang servikal bervariasi. Pada kondisi
klinik, adanya riwayat trauma lalu lintas merupakan hal yang paling sering
menyebabkan pasien mengalami cedera pada servikalis. Mekanisme trauma pada
spinal bisa secara fleksi dengan manifestasi distorsi (penyimpangan) spinal
akibat perubahan dislokasi bagian anterior dan robeknya ligamen longitudinal
bagian posterior.
Trauma
pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang
komponen vertebralnya tidak tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang
yang tidak rusak dan biasanya resikonya lebih rendah. Cedera yang tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami
pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseligamentosa
posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior, ligament
interspinosa, dan supraspinosa), komponen pertengahan (sepertiga bagian
posterior vertebral, bagian posterior dari diskus intervertebralis, dan
ligament longitudinal posterior), dan kolumna anterior (dua-pertiga bagian
anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis, dan ligament
longitudinal anterior).
Pada
cedera spina tidak stabil memberikan resiko tinggi injuri pada korda sehingga
menimbulkan masalah actual dan resiko pola napas tidak efektif dan penurunan
curah jantung akibat hilangnya control organ visera. Kompresi saraf dan spasme
otot servikal memberikan stimulus nyeri. Kompresi diskus memberikan manifestasi
paralisis dan respon sistemik dengan munculnya keluhan mobilitas fisik,
gangguan defekasi akibat penurunan peristaltik usus, dan ketidakseimbangan
nutrisi.
FRAKTUR ATLANTOAKSIAL (C1-C2)
Pada
anamnesis, didapatkan keluhan nyeri leher bagian atas atau neuralgia
oksipitalis dan mungkin tortikolis. Kadang penderita merasa tidak dapat
mempertahankan kepala dala posisi tegak
atau adanya perasaan instabilitas sehingga kepala harus ditopang terus menerus
dengan kedua tangan.
Ligamentum
transversum berjalan dari permukaan medial dari salah satu C1 menuju ke sisi
lain. Ligamentum ini pada dasarnya membatasi C2 untuk berotasi di sekitar
odontoid dalam cincin tertutup tulang. Jika ligamentum ini ruptur atau jika ada
fraktur yang berhubungan dengan odontoid, C1 dapat bergeser dan menyulitkan
batang otak dan medulla spinalis. Cincin C1 merupakan struktur dari spinal.
Adanya fraktur yang menyebabkan gangguan pada cincin dan karena bentuknya
cincin, maka gangguan terjadi pada lebih dari satu lokasi. Pecahan-pecahan ini
cenderung bergerak ke lateral dari berat kepala dan kontraksi otot melalui
artikulasi, serta menyebabkan hilangnya sokongan kepala dari kondilus
oksipitalis.
Diagnosis
dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
radiologik.
1. Anamnesis.
Penting untuk dikaji tentang riwayat dan mekanisme trauma.
2. Pemeriksaan
fisik, didapatkan adanya deficit neurologis sesuai dengan segmen spina yang
terlibat.
3. Pemeriksaan
radiologis. Pemeriksaan radiolografi dengan teknik membuka rahang akan membantu
visualisasi adanya fraktur C1. Pemeriksaan CT scan dapat mendeteksi fraktur
servikal pada pasien beresiko tinggi sekitar 10 %.
Penatalaksanaan
meliputi:
1. Manajemen
resusitasi. Manajemen awal di IGD, dimulai dengan ABC. Pada lesi servikal
bagian atas, ventilasi spontan akan hilang sehingga mungkin perlu intubasi.
Atasi syok bila ada. Lakukan pemeriksaan yang teliti, apakah ada cedera medulla
spinalis. Bila dicurigai ada cedera servikal dilakukan imobilisasi. Imobilisasi
dapat dilakukan dengan backboard¸
servical ortosis, bantal pasir, dan tape
on forehead.
2. Kolar
servikal. Penggunaan kolar servikal kaku untuk memberikan tambahan sokongan
untuk mencegah cedera spina tidak stabil dan kompresi korda spina.
3.
Intervensi bedah. Indikasi operasi pada
cedera medulla spinalis, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Perburukan progresif karena retropulsi tulang diskus atau hematoma epidural.
b. Untuk restorasi dan realignment kolumna vertebralis.
c. Dekompresi struktur saraf untuk penyembuhan.
d. Vertebra yang tidak stabil.
a. Perburukan progresif karena retropulsi tulang diskus atau hematoma epidural.
b. Untuk restorasi dan realignment kolumna vertebralis.
c. Dekompresi struktur saraf untuk penyembuhan.
d. Vertebra yang tidak stabil.
4.
Rehabilitasi.
Fraktur
atlas umumnya sembuh dengan pengobatan konservatif berupa imobilisasi dengan
gips Minerva atau traksi halo selama tiga bulan. Bila fraktur atlas disertai
rupture ligamentum transversum, diperlukan tindakan bedah untuk stabilisasi
posterior dengan memfusikan os oksipitale, vertebra C1, dan vertebra C2
FRAKTUR SERVIKAL
(C3-C7)
Fraktur servikal pada segmen C3-C7 sangat sering terjadi.
Kondisi ini bisa bersifat cedera stabil ataupun tidak stabil yang memberikan
manifestasi defisit neurologis.
Adanya keluhan nyeri atau kekakuan pada leher atau punggung
harus ditanggapi secara serius, sekalipun pasien dapat berjalan atau bergerak
tanpa banyak mengalami gangguan. Tanyakanlah mengenai rasa baal, parestesia,
atau kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah. Mekanisme
trauma dari riwayat kecelakaan dapat memberikan petunjuk penting, seperti
terjatuh dari tempat tinggi, sentakan mendadak pada leher akibat tubrukan dari
belakang (whiplash injury), benturan
pada kepala, dan sebagainya. Tanyakan apakah pasien yang mengalami cedera
sebelumnya apakah menggunakan obat-obatan atau jatuh setelah menggunakan
alkohol.
Pemeriksaan fisik awal yang dilakukan adalah menentukan
adanya cedera spina tidak stabil, dengan melakukan pemeriksaan keadaan umum,
tanda-tanda vital (TTV), adanya defisit neurologis, dan penurunan status
kesadaran pada fase awal kejadian trauma. Defek neurologis ditentukan oleh
lokasi dan kekuatan trauma.
Pemeriksaan
Motorik, Refleks, dan Sensasi
Pada
pemeriksaan neurologik dengan gangguan atau kompresi pada C3-C4 akan didapatkan
adanya tetraplegi gangguan pada fungsi motorik, hilangnya fungsi refleks,
hilangnya fungsi sensibilitas ekstremitas atas, dan gangguan pada ventilasi
pernapasan.
Pada pemeriksaan neurologik dengan gangguan atau kompresi
pada C4-C5 akan didapatkan tetraplegi adanya gangguan pada fungsi motorik,
hilangnya fungsi refleks, dan hilangnya fungsi sensibilitas ekstremitas atas.
Pada kompresi pada C5-C6 akan didapatkan tetraplegi, adanya
gangguan pada fungsi motorik, hilangnya fungsi refleks, dan hilangnya
sensibilitas ekstremitas atas.
Pada
kompresi pada C6-C7 akan didapatkan tetraplegi adanya gangguan fungsi sensorik,
hilangnya fungsi refleks, dan hilangnya sebagian fungsi sensibilitas
ekstremitas atas.
Pada pemeriksaan
radiologi trauma servikal didapatkan hal-hal berikut:
- Radiologis didapatkan adanya fraktur-dislokasi akibat robeknya ligamen dan brust fraktur.
- Pemeriksaan CT Scan dapat dilakukan
- Pemeriksaan MRI untuk menilai derajat kompresi pada korda.
Penatalaksanaan
Setiap
cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah
fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan
perawatan segera. Penanganan fraktur servikal tergantung vertebra servikalis
apa yang rusak dan luasnya fraktur. Fraktur minor sering diberikan cervical collar atau neck brace yang dipakai selama enam
hingga delapan minggu sampai tulang sembuh dengan sendirinya. Intervensi traksi
leher dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri. Suatu fraktur yang lebih berat
atau kompleks memerlukan bedah perbaikan atau fusi tulang belakang.