Jumat, 30 Mei 2014

Kesehatan 2 : Trauma Tulang Belakang

Trauma adalah cedera fisik atau emosional. Secara medis, trauma mengacu pada cedera serius atau kritis, luka, atau syok. Kita semua pasti mengenal apa itu vertebrae atau dikenal sebagai tulang belakang. Kali ini saya akan menyampaikan rubrik tema mengenai kesehatan. Kebetulan ini adalah tugas makalah saya. Lumayan bisa berbagi ilmu untuk saudara-saudara. Jika ada yang ingin ditanyakan dari rubrik saya, mohon disampaikan.


 Trauma Spina merupakan suatu cedera pada kolumna vertebralis, otot, ligament, diskus, dan gangguan pada medula spinalis oleh berbagai keadaan akibat trauma pada tulang belakang (servikalis, toraks, dan lumbal).
Struktur spina terdiri atas kolumna vertebralis (tulang, otot, ligament, diskus) dan medulla spinalis yang terdapat di dalamnya. Kondisi yang harmonis antara tulang, ligament, dan otot-otot tulang belakang akan mempertahankan kondisi diskus intervertebralis dan kurvatura dalam kondisi optimal untuk secara fisiologis. 
Secara ringkas kolumna vertebralis merupakan susunan dari tulang belakang. Untuk mempertahankan fungsinya kolumna vertebralis dibantu oleh ligamen, otot, dan diskus yang secara optimal menjaga kondisi kurvatura.  
             Efek trauma terhadap tulang belakang bisa bisa berupa fraktur-dislokasi,fraktur, dan dislokasi. Frekuensi relatif ketiga jenis tersebut adalah 3:1:1. Fraktur tidak mempunyai tempat predileksi, tetapi dislokasi cenderung terjadi pada tempat-tempat antara bagian yang sangat mobil dan bagian yangterfiksasi, seperti vertebra C1-2, C5-6, dan T11-T12.


Segmen dari spina terbagi dalam segmen servikal, torakal, lumbal, dan sacrum (pada kondisi klinik termasuk di dalam gelang panggul) yang secara anatomis pada setiap segmen antar vertebra akan keluar radiks dan distribusi dari saraf spinal.
1.      Vertebra servikalis. Tujuh vertebra servikalis membentuk ruas tulang leher di daerah tengkuk dan secara anatomis paling kecil dibandingkan vertebra lainnya.
2.      Vertebra torakalis atau tulang punggung mempunyai bentuk lebar dan lonjong dengan faset atau lekukan kecil di setiap sisi untuk menyambung iga. Pada setiap segmen torakalis terdapat radiks distribusi saraf spinal yang secara otonom mengatur organ-organ internal.
3.      Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang merupakan vertebra yang terbesar. Badannya sangat besar dibandingkan dengan vertebra lainnya dan berbentuk seperti ginjal. Prossesus spinosusnya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Prossesus transversusnya panjang dan langsing. Ruas kelima membentuk sendi dengan sacrum pada sendi lumbosakral.
Pada segmen lumbal akan keluar saraf yang membentuk pleksus hipogastrik yang melakukan control terhadap komunikasi dengan kandung kemih dan rektum.
 
A. TRAUMA SPINA SERVIKAL (TULANG BELAKANG DI LEHER)
Mekanisme Trauma yang terjadi pada tulang belakang servikal bervariasi. Pada kondisi klinik, adanya riwayat trauma lalu lintas merupakan hal yang paling sering menyebabkan pasien mengalami cedera pada servikalis. Mekanisme trauma pada spinal bisa secara fleksi dengan manifestasi distorsi (penyimpangan) spinal akibat perubahan dislokasi bagian anterior dan robeknya ligamen longitudinal bagian posterior.

         Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidak stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak tergeser oleh gerakan normal sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan biasanya resikonya lebih rendah. Cedera yang tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi perubahan struktur dari oseligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus tulang posterior, ligament interspinosa, dan supraspinosa), komponen pertengahan (sepertiga bagian posterior vertebral, bagian posterior dari diskus intervertebralis, dan ligament longitudinal posterior), dan kolumna anterior (dua-pertiga bagian anterior korpus vertebra, bagian anterior diskus intervertebralis, dan ligament longitudinal anterior).

Pada cedera spina tidak stabil memberikan resiko tinggi injuri pada korda sehingga menimbulkan masalah actual dan resiko pola napas tidak efektif dan penurunan curah jantung akibat hilangnya control organ visera. Kompresi saraf dan spasme otot servikal memberikan stimulus nyeri. Kompresi diskus memberikan manifestasi paralisis dan respon sistemik dengan munculnya keluhan mobilitas fisik, gangguan defekasi akibat penurunan peristaltik usus, dan ketidakseimbangan nutrisi.

FRAKTUR ATLANTOAKSIAL (C1-C2)

Pada anamnesis, didapatkan keluhan nyeri leher bagian atas atau neuralgia oksipitalis dan mungkin tortikolis. Kadang penderita merasa tidak dapat mempertahankan kepala dala  posisi tegak atau adanya perasaan instabilitas sehingga kepala harus ditopang terus menerus dengan kedua tangan.
Ligamentum transversum berjalan dari permukaan medial dari salah satu C1 menuju ke sisi lain. Ligamentum ini pada dasarnya membatasi C2 untuk berotasi di sekitar odontoid dalam cincin tertutup tulang. Jika ligamentum ini ruptur atau jika ada fraktur yang berhubungan dengan odontoid, C1 dapat bergeser dan menyulitkan batang otak dan medulla spinalis. Cincin C1 merupakan struktur dari spinal. Adanya fraktur yang menyebabkan gangguan pada cincin dan karena bentuknya cincin, maka gangguan terjadi pada lebih dari satu lokasi. Pecahan-pecahan ini cenderung bergerak ke lateral dari berat kepala dan kontraksi otot melalui artikulasi, serta menyebabkan hilangnya sokongan kepala dari kondilus oksipitalis. 

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan radiologik.
1.      Anamnesis. Penting untuk dikaji tentang riwayat dan mekanisme trauma.
2.      Pemeriksaan fisik, didapatkan adanya deficit neurologis sesuai dengan segmen spina yang terlibat.
3.      Pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiolografi dengan teknik membuka rahang akan membantu visualisasi adanya fraktur C1. Pemeriksaan CT scan dapat mendeteksi fraktur servikal pada pasien beresiko tinggi sekitar 10 %.

            Penatalaksanaan meliputi:
1.      Manajemen resusitasi. Manajemen awal di IGD, dimulai dengan ABC. Pada lesi servikal bagian atas, ventilasi spontan akan hilang sehingga mungkin perlu intubasi. Atasi syok bila ada. Lakukan pemeriksaan yang teliti, apakah ada cedera medulla spinalis. Bila dicurigai ada cedera servikal dilakukan imobilisasi. Imobilisasi dapat dilakukan dengan backboard¸ servical ortosis, bantal pasir, dan tape on forehead.
2.      Kolar servikal. Penggunaan kolar servikal kaku untuk memberikan tambahan sokongan untuk mencegah cedera spina tidak stabil dan kompresi korda spina.
3.      Intervensi bedah. Indikasi operasi pada cedera medulla spinalis, meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Perburukan progresif karena retropulsi tulang diskus atau hematoma epidural.
b. Untuk restorasi dan realignment kolumna vertebralis.
c. Dekompresi struktur saraf untuk penyembuhan.
d. Vertebra yang tidak stabil.
4.      Rehabilitasi.
Fraktur atlas umumnya sembuh dengan pengobatan konservatif berupa imobilisasi dengan gips Minerva atau traksi halo selama tiga bulan. Bila fraktur atlas disertai rupture ligamentum transversum, diperlukan tindakan bedah untuk stabilisasi posterior dengan memfusikan os oksipitale, vertebra C1, dan vertebra C2

           FRAKTUR SERVIKAL (C3-C7)
  Fraktur servikal pada segmen C3-C7 sangat sering terjadi. Kondisi ini bisa bersifat cedera stabil ataupun tidak stabil yang memberikan manifestasi defisit neurologis.

Adanya keluhan nyeri atau kekakuan pada leher atau punggung harus ditanggapi secara serius, sekalipun pasien dapat berjalan atau bergerak tanpa banyak mengalami gangguan. Tanyakanlah mengenai rasa baal, parestesia, atau kelemahan pada ekstremitas atas dan bawah. Mekanisme trauma dari riwayat kecelakaan dapat memberikan petunjuk penting, seperti terjatuh dari tempat tinggi, sentakan mendadak pada leher akibat tubrukan dari belakang (whiplash injury), benturan pada kepala, dan sebagainya. Tanyakan apakah pasien yang mengalami cedera sebelumnya apakah menggunakan obat-obatan atau jatuh setelah menggunakan alkohol.

Pemeriksaan fisik awal yang dilakukan adalah menentukan adanya cedera spina tidak stabil, dengan melakukan pemeriksaan keadaan umum, tanda-tanda vital (TTV), adanya defisit neurologis, dan penurunan status kesadaran pada fase awal kejadian trauma. Defek neurologis ditentukan oleh lokasi dan kekuatan trauma.
Pemeriksaan Motorik, Refleks, dan Sensasi
        Pada pemeriksaan neurologik dengan gangguan atau kompresi pada C3-C4 akan didapatkan adanya tetraplegi gangguan pada fungsi motorik, hilangnya fungsi refleks, hilangnya fungsi sensibilitas ekstremitas atas, dan gangguan pada ventilasi pernapasan.
        Pada pemeriksaan neurologik dengan gangguan atau kompresi pada C4-C5 akan didapatkan tetraplegi adanya gangguan pada fungsi motorik, hilangnya fungsi refleks, dan hilangnya fungsi sensibilitas ekstremitas atas.
Pada kompresi pada C5-C6 akan didapatkan tetraplegi, adanya gangguan pada fungsi motorik, hilangnya fungsi refleks, dan hilangnya sensibilitas ekstremitas atas.
      Pada kompresi pada C6-C7 akan didapatkan tetraplegi adanya gangguan fungsi sensorik, hilangnya fungsi refleks, dan hilangnya sebagian fungsi sensibilitas ekstremitas atas.

Pada pemeriksaan radiologi trauma servikal didapatkan hal-hal berikut:
  1. Radiologis didapatkan adanya fraktur-dislokasi akibat robeknya ligamen dan brust fraktur.
  2. Pemeriksaan CT Scan dapat dilakukan
  3. Pemeriksaan MRI untuk menilai derajat kompresi pada korda.
    Penatalaksanaan

Setiap cedera kepala atau leher harus dievaluasi adanya fraktur servikalis. Sebuah fraktur servikal merupakan suatu keadaan darurat medis yang membutuhkan perawatan segera. Penanganan fraktur servikal tergantung vertebra servikalis apa yang rusak dan luasnya fraktur. Fraktur minor sering diberikan cervical collar atau neck brace yang dipakai selama enam hingga delapan minggu sampai tulang sembuh dengan sendirinya. Intervensi traksi leher dapat dilakukan untuk menurunkan nyeri. Suatu fraktur yang lebih berat atau kompleks memerlukan bedah perbaikan atau fusi tulang belakang.